Jakarta- Pemerintah berjanji mengkaji lembar kerja siswa di sekolah-sekolah. Kasus terakhir adalah adanya materi muatan lokal ”Bang Maman dari Kali Pasir”, yang mengenalkan istilah istri simpanan kepada anak kelas II SD.
Selama ini, LKS tak melalui evaluasi pemerintah. ”Materi- materi, seperti perselingkuhan dan kekerasan, tak seharusnya disampaikan kepada siswa jenjang pendidikan dasar. Buku-buku yang diterbitkan harus melalui evaluasi pemerintah, lalu diberi rekomendasi layak atau tidak layak sebagai buku pengayaan,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh di Jakarta, Jumat (13/4).
Kini, pemerintah sedang menyelidiki kasus muatan lokal itu. ”Kami akan koordinasi dengan dinas, semata-mata karena bisnis atau apa? Harus bertanggung jawab,” kata Nuh.
Kemarin, guru dan orangtua siswa juga mendesak pemerintah mengkaji kembali kurikulum serta standar kompetensi dan kompetensi dasar semua mata pelajaran, khususnya di SD. Banyak materi buku ajar yang tak mendidik, seperti kekerasan, seks, dan kekuasaan.
”Bahan ajar dan buku teks di semua jenjang pendidikan harus dikaji lagi,” ujar Sekretaris Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti didampingi orangtua siswa di kantor Indonesia Corruption Watch.
Heru Narsono, orangtua siswa, mengatakan, ada cerita tentang Rosim pada buku Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta untuk SD kelas III. ”Rosim ditusuk- tusuk pakai konde oleh majikannya, Nyonya Van der Plog. Tangannya juga diikat sobekan kain yang dibasahi minyak tanah dan dibakar. Rosim berteriak kesakitan dan Nyonya Van der Plog tertawa. Masak materi seperti ini yang dibaca anak,” katanya.
Ada juga cerita Juragan Boing yang intinya tentang keinginan beristri dua. ”Anak saya jadi tanya, apa orang Betawi seperti itu? Sering kawin dan suka berkelahi,” kata Heru.
Penelitian Institute for Education Reform Universitas Paramadina tahun 2008 terhadap sampel buku Pendidikan Agama, IPS, IPA, serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan untuk kelas I dan V SD menyimpulkan, mutu buku teks SD rendah.
Jimmy Paat dari Koalisi Pendidikan mengatakan, penentuan kajian bahan muatan lokal, antara lain, harus memperhatikan perkembangan siswa, tak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan, serta tak bertentangan dengan nilai agama dan luhur bangsa. ”Kenyataannya, tak sesuai dengan itu,” ujarnya. (LUK)
sumber: kompas
No comments: